[caption id="attachment_9005" align="aligncenter" width="300"] Mendikbud, Anies Baswedan, saat menyampaikan pidato pengarahan kepada 541 Pejabat Eselon III dan IV Kemendikbud.[/caption]
Jakarta (Dikdasmen): Meritokrasi telah menjadi prinsip Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam pemilihan dan penetapan pejabat di lingkungannya. Sejak melantik eselon I, II, hingga 541 pejabat eselon III dan IV, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, senantiasa menerapkan prinsip meritokrasi, yaitu proses pemilihan yang mengutamakan prestasi dan kemampuan seseorang.
“Dua hal yang kita pegang. Pertama, kredibel prosesnya. Kedua, prinsip keadilan, supaya fondasi meritokrasi bisa dijalankan,” tegas Mendikbud usai mengambil sumpah para pejabat eselon III dan IV di Plaza Insan Berprestasi, Gedung Ki Hajar Dewantara, Kompleks Kemendikbud, Jumat, 11/9/2015.
Proses meritokratik atau meritokrasi berasal dari kata merit yang berarti manfaat. Pengertian meritokrasi, mulanya menunjuk pada suatu bentuk sistem politik yang memberikan penghargaan lebih kepada mereka yang berprestasi atau berkemampuan. Kerap dianggap sebagai suatu bentuk sistem masyarakat yang sangat adil dengan memberikan tempat kepada mereka yang berprestasi untuk duduk sebagai pemimpin. Dalam pengertian khusus, meritokrasi sering dipakai untuk menentang birokrasi yang sarat KKN terutama pada aspek nepotisme. Karena nepotisme lebih mengutamakan hubungan yang tidak didasarkan pada prestasi atau kemampuan.
“Jadi, di sini ada pejabat lama, yang tetap berkarir dan terus membuktikan prestasi serta capaiannya. Ada juga pejabat lama yang mengalami regenerasi, dan digantikan dengan generasi barunya,” ujar Mendikbud.
Mendikbud menambahkan, saat ini, yang mengalami promosi, rotasi dan mutasi ada sekitar 40 persen.
“Artinya, kita harus berpikir ke depan. Regenerasi itu jalan terus. Kita membiasakan pada semua untuk menjalankan proses secara terbuka,” tegas Mendikbud. “Kita ingin proses meritokratik ini menghasilkan profesionalisme, yang insyaAllah akan menghasilkan kualitas output yang lebih baik.”
Tiga Cara Pemilihan Ada tiga cara yang digunakan dalam proses pemilihan pejabat eselon III dan IV tersebut. Pertama, peer reviev atau pandangan rekan kerja terhadap seseorang yang dipromosikan sebagai pejabat. Kedua, penilaian atasan yang dilakukan secara berjenjang. Ketiga, evidence based, yang dilakukan secara tepat dan akurat dengan proses pengisian form secara daring (dalam jaringan) atau online, dengan algoritma komputer khusus. Selanjutnya, tiga instrumen ini diintegrasikan melalui Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan).
[caption id="attachment_9006" align="alignleft" width="259"] Yudistira Wahyu Widiasana (bersalaman dengan Mendikbud), salah satu pejabat yang terpilih secara meritokratik.[/caption]
“Mungkin banyak yang heran, baru online dua hari kok bisa ketemu hasilnya? Itulah teknologi, itulah algorithm,” kata Mendikbud. “Kalau menggunakan metode lama, Kemendikbud ini tertinggal. Tapi kalau menggunakan pola algorithm, maka sekali klik bisa keluar hasilnya.”
Esai Pejabat Pada kesempatan itu, Mendikbud sempat membacakan beberapa esai milik para pejabat yang dinilai menarik. Di antaranya adalah penghentian seremonial lomba yang berlebihan, seperti pembukaan dan penutupan acara olimpiade yang melibatkan semua pejabat dan staf. Dalam esai itu dinyatakan, bahwa seremonial lomba itu merupakan pemborosan yang luar biasa karena kepanitian yang gemuk, dan sangat kontraproduktif dengan upaya penghematan anggaran negara.
Ada juga yang bercerita berdasarkan pengalaman nyata bahwa sikap atasan yang menghargai hasil kerja stafnya merupakan salah satu pemicu munculnya mood yang baik dalam bekerja, dan bisa membangun suasana kerja yang sehat.
Selain itu, ada yang mengusulkan agar program yang mensyaratkan guru naik pangkat melalui karya ilmiah dihentikan. Alasannya, ini hanya membuka percaloan dan biro jasa tulisan karya ilmiah guru. Ada pula yang mengusulkan agar diklat sertifikasi guru dihentikan, karena penerapan sertifikasi hanya berdasarkan portofolio.
“Bapak-ibu, ini merupakan gagasan yang bapak-ibu tulis, tolong nanti dilaksanakan dengan baik,” tegas Mendikbud.
Dari beberapa esai itu, Mendikbud sempat memberi pujian pada salah satu esai yang bercerita tentang etos kerja, yaitu; tidak ada pekerjaan yang tidak menarik bagi saya, semua menjadi penting dan berharga untuk dikerjakan, apakah itu pekerjaan sederhana atau yang memerlukan lebih konsentrasi, lebih tenaga dan pikiran. Semuanya untuk satu tujuan, yaitu tercapainya output atas pekerjaan yang kita kerjakan dan semoga bisa melahirkan dampak psoitif untuk saya dan orang lain.
“Esai ini persis dengan kalimat dalam ucapan sumpah yang tadi disampaikan, dan insyaAllah ini bisa mewakili dari apa yang menjadi harapan kita semua,” ujar Mendikbud.*
M. Adib Minanurohim