[caption id="attachment_9034" align="aligncenter" width="300"] Ferdiansyah (sedang menjahit) dan Akma (sedang mencatat), peserta Lomojari asal SMP Terbuka Rancakalong, Kabupaten Sumedang.[/caption]
Jakarta (Dikdasmen): Siang pukul 13.35 WIB, Ferdiansyah, siswa kelas 8 SMP Terbuka Rancakalong, Kabupaten Sumedang, nampak asyik memperbaiki salah satu jenis pakaian di sudut Gedung Ki Hajar Dewantara, Kompleks Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Tangannya lincah memegang sebuah alat khusus yang berfungsi memutus benang-benang dari sebuah pakaian berjenis blazer. Ia merasa, jahitan pada blazer itu kurang rapi. Selanjutnya ia mulai menjahit kembali. Raut mukanya nampak ceria ketika pekerjaannya selesai.
Sementara dua kawannya, Akma Sodiqin dan Ega Nuraliyah, berbagi tugas. Akma melakukan pencatatan hasil penjualan pakaian, sementara Ega nampak sibuk merapikan beberapa jenis pakaian yang dipamerkan. Sesekali ia juga melayani beberapa pembeli yang datang silih berganti.
Selasa siang itu (15/9), mereka bertiga bersama seorang guru pamong benama Jaja, sedang mengikuti Lomba Motivasi Belajar Mandiri (Lomojari), yang diselenggarakan Direktorat Pembinaan SMP, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kemendikbud mulai tanggal 14 – 16 September 2015 kemarin, di Aula Gedung Ki Hajar Dewantara, Kompleks Kemendikbud.
“Yang ditampilkan di sini meupakan hasil karya siswa sendiri, dan sebagian merupakan karya siswa dengan bimbingan guru,” ujar Jaja. “Dalam membuat karya, siswa juga berinisiatif sendiri dalam designnya.”
Menurut Jaja, sejak hari Senin, ada beberapa pakaian yang sudah terjual. “Sekitar 20 lebih pakain yang terdiri dari span, rok, dan blazer, serta jaket, sudah terjual. Kalau dirupiahkan hampir dua juta tiga ratus ribu rupiah,” ujarnya. “Pembelinya dari sini, ada juga dari luar. Bahkan kemarin ada yang dari Pasar Glodok, membeli barang di sini sekitar 14 potong. Katanya, untuk dijual kembali.”
Antusias pembeli tersebut, juga terjadi pada Hari Selasa. Beberapa orang, nampak hilir mudik mengunjungi stand milik SMP Terbuka Rancakalong tersebut. Ada yang menawar, namun tak sedikit yang kecewa karena pakaian tersebut sudah dibeli orang lain. Menurut Jaja, aturan panitia Lomojari menghendaki pakaian yang terbeli tetap dipamerkan, dan boleh diambil pada Hari Rabu (16/9).
[caption id="attachment_9035" align="alignleft" width="300"] Jaja (berbaju hijau) dan ketiga anak didiknya. Ia antusias, karena Lomojari ajarkan siswa mandiri.[/caption]
Fakta bahwa tata busana yang dipamerkan banyak diminati pengunjung, sudah pasti membuat hati Jaja dan ketiga siswanya bergembira. Namun demikian, di salah satu sudut hati mereka, ternyata menyisakan kesedihan. Salah satu kawan mereka, yang seharusnya menjadi salah satu peserta, terpaksa digantikan posisinya karena menderita kanker tulang.
“Kemarin ada pergantian personil, karena yang pertama menderita kanker tulang. Padahal, satu bulan kemarin ia sangat semangat,” ujar Jaja, sedih.
Menurut Jaja, sekolah sudah membiayai pengobatan siswa tersebut. “Namun takdir berkata lain, hingga detik terakhir menjelang keberangkatan, ia tidak bisa jalan. Dari pada kami paksakan, akhirnya menggantikannya dengan personil lannya.”
Melihat kenyataan tersebut, Jaja mengatakan bahwa Ferdiansyah dan kawan-kawannya berkomitmen, bila memperoleh hadiah, sebagiannya untuk membantu kawannya tersebut. “Jadi meski pun yang berangkat ada tiga, tapi bagi kami itu ada empat. Jadi berbagi,” kata Jaja.
Meski kesedihan sempat merundung para peserta Lomojari dari SMP Terbuka Rancakalong, namun ada satu hal yang membuat mereka bahagia. Melalui Lomojari, mereka bisa belajar mandiri, belajar menjadi seorang entrepreneur atau pengusaha sejak usia remaja.
“Saya antusias terhadap Lomojari, yang merupakan impian tertinggi ketiga anak ini. Mereka ingin berlomba di tingkat provinsi dan nasional, mereka pun ingin membanggakan orangtua,” ujar Jaja. “Dibentuk agar menjadi anak yang mandiri.”
Hal yang sama juga disampaikan Ferdiansyah. Siswa yang bercita-cita menjadi desainer handal ini mengatakan bahwa Lomojari merupakan wahana untuk belajar mandiri.
“Lomojari ini menjadikan orang mandiri, dan saya merasa Lomojari ini bagian untuk memandirikan siswa,” katanya.*
M. Adib Minanurohim