Beberapa waktu lalu, pemerintah telah menerbitkan Keputusan Bersama oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
“Berikan kebebasan orang tua dan peserta didik untuk memakai seragam tertentu sesuai agamanya sesuai dengan aturan yang berlaku,” demikian ucap Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Paudasmen), Kemendikbud, Jumeri, pada Bincang Sore yang berlangsung secara daring di Jakarta pada Kamis (11/2).
SKB Tiga Menteri juga mendapat apresiasi dari Wakil Presiden Republik Indonesia karena dinilai telah terbit pada momentum yang tepat, sehingga diharapkan dapat mencegah agar persoalan serupa tidak terulang di kemudian hari.
Lebih lanjut dalam penjelasannya, Jumeri mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah mencapai budi pekerti yang luhur. Oleh karenanya sudah menjadi kewajiban sekolah untuk menanamkan nilai ketakwaan sesuai agama yang dianut peserta didik. Meskipun demikian, ia menjelaskan tetap tidak boleh memaksakan seragam kepada para peserta didik.
Sejalan dengan terbitnya SKB Tiga Menteri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melakukan pemantauan di lapangan. “Hal ini guna memperdalam wawasan kebijakan terkait implementasi SKB ini,” tutur Pelaksana tugas (plt.) Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat, Kemendikbud, Hendarman.
Menambahkan penjelasan sebelumnya, Kepala Biro Hukum, Kemendikbud, Dian Wahyuni, menyampaikan bahwa dengan adanya SKB Tiga Menteri, Kemendikbud ingin mengingatkan kembali bahwa pakaian seragam telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
“Dalam permendikbud tersebut telah diatur model seragam. Adapun SKB ini memperkuat aturan yang sudah ada dan mensosialisasikan kembali peraturan tersebut,” terang Dian.
Sementara itu, terkait dengan peserta didik yang bersekolah di madrasah maupun pesantren, Jumeri mengatakan bahwa SKB ini hanya mengatur peserta didik di sekolah negeri yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang memang harus menampung peserta didik dari berbagai latar belakang termasuk berbagai agama. Sedangkan untuk sekolah-sekolah di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag) tidak diatur dalam SKB ini.
SKB Tiga Menteri lanjut Jumeri, justru melindungi hak dan kebebasan beragama sesuai dengan peraturan yang berlaku. Termasuk didalamnya menyangkut pemakaian atribut keagamaan menurut keyakinan masing-masing peserta didik, seperti memakai jilbab untuk siswa muslim dan memakai kalung salib untuk umat kristiani di sekolah sebagai penanda agamanya.
“Sekali lagi ini jangan sampai ada informasi yang salah, SKB ini tidak boleh mewajibkan dan tidak boleh melarang, melainkan memberi kesempatan seluas-luasnya bagi peserta didik beraktivitas sesuai agama yang dianut,” tegas Jumeri.
Sebagai wujud konsistensi SKB dengan prinsip pada Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 yang mengatur bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; dijelaskan Kepala Biro Hukum bahwa melalui SKB ini justru menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjalankan pasal dimaksud.
Perwujudan pasal 31 adalah melalui kurikulum pendidikan agama di sekolah, di mana pemerintah sudah menyusun kurikulum pendidikan agama di sekolah yang bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan siswa. ”Satuan pendidikan memiliki komitmen untuk menyediakan guru mata pelajaran agama yang sesuai dengan agama siswa,” terang Dian.
Dalam rangka memastikan implementasi SKB maka perturan-peraturan yang bertentangan dengan itu harus dicabut. Oleh sebab itu, Kemendikbud kata Dian telah melakukan koordinasi erat dengan Kemenag dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait pelaksanaan SKB ini.
“Kami juga telah membuka hotline pengaduan dari masyarakat jadi mohon bantuan untuk mengawal bersama. Agar masyarakat bisa ikut mengawal, maka kami akan selalu menyosialisasikannya ke pemda. Semoga dengan sosialisasi yang terus menerus maka masyarakat bisa ikut mengawal pelaksanaannya,” jelas Dian.
Senada dengan itu, Hendarman menegaskan bahwa jika ada hal yang bertentangan, Kemendikbud siap untuk menindaklanjutinya.
Adapun pengenaan sanksi yang terkait dana BOS tetap mengacu pada persyaratan dan ketentuan yang berlaku dalam BOS itu sendiri. Dian Wahyuni menjelaskan, semangat SKB ini adalah agar sekolah tidak melanggar. Oleh karena itu, baiknya kita mengawal bersama aturan dalam SKB ini sehingga keharmonisan antar umat beragama dapat kita rasakan bersama dan mutu pendidikan di Indonesia dapat terus meningkat. “Kami berharap, tidak ada sekolah yang melanggar ketentuan SKB sehingga akhirnya diberikan sanksi,” Dian menekankan.
Kemendikbud Senantiasa Berinovasi Membangun Sektor Pendidikan dan Kebudayaan di Masa Pandemi
Kemendikbud selalu hadir dalam menciptakan terobosan pembangunan sektor pendidikan dan kebudayaan. Kebijakan SKB Tiga Menteri terbit karena ini adalah salah satu dari daftar inisiatif yang sudah dilakukan Kemendikbud dalam merespons pandemi. Permasalahan seragam merupakan masalah lama yang nampak sedikit di permukaannya. “Kami bertekad untuk memperbaikinya agar kehidupan sekolah kita tenang dan tentram agar peserta didik nyaman dalam menjalankan keyakinannya masing-masing,” ungkap Jumeri.
Lebih lanjut Dirjen Paudasmen Kemendikbu mengatakan, di sekolah negeri di beberapa daerah ada yang melarang dan ada yang memaksa penggunaan seragaman dengan kekhasan agama tertentu. Menindaklanjuti hal tersebut, Kemendikbud telah menempuh langkah beragam.
Dijelaskan Jumeri bahwa keberhasilan sekolah melaksanakan pembelajaran di masa pandemi sangat tergantung pada ekosistem sekolah yang meliputi suasana serta kolaborasi seluruh warga sekolah dan pemerintah pusat maupun daerah. “Semua tim di Kemendikbud selalu bekerja keras untuk mencapai mutu dan ekosistem pendidikan Indonesia yang lebih baik,” tutur Dirjen Jumeri.
Kemendikbud dalam menanggapi adanya pemaksaan seragam khas agama tertentu menjawab bahwa hal itu tidak diperbolehkan karena sifatnya pemaksaan. Kekuatan guru kita terletak pada kemampuannya dalam memotivasi pemahaman anak-anak. Sehingga lahir kesadaran anak-anak untuk berpakaian sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing.
“(Guru) memaksakan tidak boleh tapi membangun kesadaran melalui peningkatan literasi dan numerasi supaya anak-anak mudah memahami dan mempraktikkan ajaran agamanya masing-masing dengan baik, itu guru yang hebat. Nanti hasilnya akan lebih baik, dibanding kita memaksakan,” jelas Jumeri. “Tugas orang tua adalah mendidik agama kepada anak-anaknya. Jika ingin memakai pakaian khas sesuai agamanya, silakan didiskusikan dengan orang tua. Guru sifatnya memberikan ilmunya sesuai ajaran agama masing-masing,” imbuhnya.
Pada kesempatan ini, Kemendikbud menyampaikan apresiasi kepada media massa yang telah menyebarluaskan informasi kebijakan tentang Kemendikbud. Oleh karena itu, jika ada perbincangan kebijakan di masyarakat termasuk tentang SKB Tiga Menteri ini, ditandai Jumeri sebagai bentuk perhatian masyarakat. “SKB ini bukan untuk melarang anak-anak berpakaian sesuai ajaran agamanya, justru memberi kebebasan kepada anak-anak kita yang ada di sekolah negeri untuk bebas mengekspresikan keyakinannya,” demikian disimpulkan Jumeri. (Sumber: Siaran Pers Kemendikbud)