Sebagai generasi penerus bangsa yang akan menentukan kemajuan suatu negara, generasi muda tentu saja harus dibekali tidak hanya dengan ilmu, namun juga dengan pendidikan karakter yang baik.
Sebagai perwujudan nyata untuk menyiapkan generasi muda yang berkarakter, unggul dan berdaya saing. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) melakukan berbagai upaya salah satunya melalui Profil Pelajar .
Profil Pelajar Pancasila sendiri terdiri enam indikator, yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, gotong-royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Salah satu upaya melahirkan Profil Pelajar Pancasila di satuan pendidikan adalah dengan mengimplementasikan pembelajaran berbasis Project Based Learning (PBL).
Project based learning sendiri adalah pendekatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa dengan metode proyek. Guru memberikan proyek kepada peserta didik supaya mereka dapat melakukan penyelesaian masalah dan investigasi dalam pelaksanaannya.
Salah satu sekolah yang sudah menerapkan PBL adalah SMP Negeri 19 Jakarta. Lilis Kurniawati, S.Si., Guru SMP Negeri 19 Jakarta menerangkan, diberlakukannya PBL di sekolah tempat ia mengajar karena sesuai dengan visi dan misi SMPN 19 Jakarta yaitu ingin menjadikan siswa holistic sesuai dengan Kepribadian Pancasila.
“Nah dari sinilah pembelajaran seperti biasa sudah sedikit dikurangi tapi bukan dihilangkan ya. Supaya mereka bisa mengembangkan dirinya dalam bentuk life skill sendiri dan berinovasi, jadi mereka tidak tergantung dari guru saja namun mereka memiliki kemampuan untuk mengembangkan dirinya dari pembelajaran yang dilakukan,” ujar Lilis menerangkan dalam podcast yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal PAUD, Dikdas dan Dikmen (18/12/22).
Lilis mengungkapkan dari sejak menjadi tenaga pendidik pada tahun 2006, baru di tahun 2013 dirinya melakukan konsep Project Based Learning pada saat melaksanakan proses belajar mengajar. karena menurut Lilis, melalui PBL ia dapat menuntut siswa untuk kreatif mulai dari awal perencanaan kemudian pelaksanaan dan pengaturan jadwal sehingga lahirlah jiwa kompetisi dari anak didiknya.
“Melalui PBL dari aspek sosial mereka bisa lebih disiplin, mereka akan terpacu proyeknya harus selesai sesuai jadwal. Selain itu dengan adanya proyek ini siswa jadi lebih senang karena tidak hanya melihat guru menjelaskan pelajaran saja tapi mereka juga terlibat, jadi belajar pun lebih fun,” tutur Lilis.
Dari pembelajaran berbasis proyek ini hal yang paling menarik kata Lilis, adalah bagian presentasi dari para siswanya. Karena mereka bisa melatih diri untuk berkomunikasi dengan baik dan dapat membedakan informasi yang harus disampaikan dan yang tidak.
Dalam prosesnya Lilis melanjutkan, pertama adalah mencoba membentuk kompetensi dasarnya dulu, lalu kemudian dibuat pertanyaan dan arahan. Guru tidak bisa memberikan proyek tanpa adanya arahan karena siswa akan merasa bingung.
“Jadi harus diarahkan sama gurunya misalnya yang PBL yang dilakukan oleh siswa kami kemarin yaitu membuat proyek tentang penyakit reproduksi yaitu AIDS. Pertanyaan pertama adalah bagaimana AIDS mulai ada di Indonesia ? Lalu mencari tahu apa penyebabnya dan bagaimana perkembangannya di Indonesia dan lalu dihubungkan dengan kehidupan sosialnya. Dan dari situ siswa diarahkan untuk membuat perencanaan mencari informasi, terus kemudian guru membuat jadwal untuk dipresentasikan,” kata Lilis menjelaskan.
Selain itu kata Lilis, guru juga jangan melepaskan anak diidiknya begitu saja pada saat melaksnakan PBL meainkan harus turut memantau dan mengarahkan agar PBL dapat terlaksana dengan semestinya. Dalam memaparkan hasil projectnya, peserta didik juga tidak hanya melakukan dalam bentuk presentasi namun yang juga bisa dalam bentuk podcast.
“Seperti ada yang jadi narasumbernya, kemudian bisa membuat video, poster. Dan mereka bebas beragam sesuai keinginan bahkan ada siswa yang membuat komik,” kata Lilis.
Selain memberikan mata pelajaran dalam bentuk PBL, Lilis dan rekan gurunya yang lain pun juga memberikan pembelajaran melalui pentas seni atau acara yang lain. salah satunya memberikan anak didiknya tugas terkait Lembaga Negara, dimana anak-anak berlomba untuk membuat video tentang Lembaga Negara dan setiap kelas memiliki Lembaga Negara yang berbeda-beda.
Lilis menyadari program PBL belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh para guru di Indonesia, banyak ragam alasan kenapa masih banyak para guru yang belum mau melakukan program PBL di sekolahnya. Selain karena kurangnya pemahaman PBL ada juga guru yang takut dan tidak percaya diri untuk mengimplemntasikannya.
“jangan takut untuk mencoba menggabungkan mata pelajaran dan anak-anak yang malas karena kalau mereka sudah melihat siswa yang sudah berhasil menemukan ide maka siswa lain akan mengikuti. Jadi setiap anak memiliki karakteristik sendiri,” pungkasnya.
Untuk mengetahui praktik baik terkait project based learning yang dilaksanakan oleh SMPN 19 Jakarta, Anda bisa langsung klik tautan berikut ini untuk video lengkapnya! https://www.youtube.com/watch?v=vO0xKPuEWIQ&t=3s https://www.youtube.com/watch?v=A3PLJorrBwY